BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76, yang dimaksud zat aditif, yaitu bahan
yang sengaja ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk
meningkatkan mutu makanan. Sedangkan FAO dan WHO dalam kongresnya di Roma
tahun 1956 menetapkan definisi zat aditif sebagai bahan-bahan yang ditambahkan
dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita-rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpan (Winarno dkk,
1984).
Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat: dapat
mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial
di dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik
bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan. Sedangkan zat
aditif yang tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat:
dapat merupakan penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam teknik
penanganan atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan, dan tujuan penambahan
masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang lebih praktis.
Zat aditif dapat diperoleh dari ekstrak bahan alami yang disebut zat aditif
alami, dan dapat pula dibuat dari reaksi-reaksi tertentu, atau yang dikenal
dengan zat aditif sintetik. Daun suji, kunyit, cabai, anggur, bit, wortel, jeruk
merupakan contoh pewarna alami. Sedangkan zat pewarna sintetik yang boleh
digunakan dalam makanan harus yang berlabel FD&C (food, drugs &
cosmetics), contohnya: FD&Yellow no.5 dan 6,dan FD&Cred no 2
dan 3. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih sering kita
jumpai penggunaan zat pewarna merah Rhodamin B dan Metanil Yellow pada produk
makanan industri rumah tangga seperti kerupuk, makanan ringan, terasi,
kembang gula, sirup, bisKuit, sosis, manisan dan ikan asap. Perlu diketahui bahwa kedua zat pewarna tersebut adalah bahan kimia yang
digunakan untuk pewarna merah dan kuning pada industri tekstil dan
plastik.
Zat kimia yang digunakan sebagai pengawet dapat berupa zat organik dan anorganik.
Zat organik lebih sering digunakan untuk pengawet
karena mudah dibuat. Zat organik yang biasanya digunakan adalah asam sorbat,
asam propionat, asam benzoat, asam asetat (cuka) dan epoksida. Asam
benzoat atau garam natriumnya sering digunakan untuk bahan makanan dengan
kondisi asam, seperti minuman buah, sari apel, minuman berkarbonat, acar, dan
sambal tomat. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Benzoat efektif pada pH 2,5 - 4,0. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah
dan kayu manis. Cuka atau larutan 4% asam asetat biasa digunakan untuk
mencegah pertumbuhan kapang dalam roti.
Zat pengawet anorganik yang digunakan adalah sulfit, nitrat dan nitrit.
Garam nitrit dan nitrat (NaNO3 atau NaNO2, dengan nama
dagang sendawa Chili) biasanya digunakan untuk memperoleh warna daging yang
baik dan menghambat pembentukan toksin oleh Clostridium botulinum.
Namun demikian, penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet dapat membahayakan,
bila terjadi ikatan antara nitrit dengan amino atau amida yang dapat membentuk
turunan nitrosamida (senyawa karsinogen nitrosamina) yang bersifat toksik
(racun) dan dapat menimbulkan kanker pada hewan. Oleh karena itu
penggunaan nitrit hendaknya dibatasi. Zat pengawet
yang paling aman digunakan adalah pengawet alamiah seperti gula, garam dapur,
dan asam jawa.
1.2 Rumusan
Masalah
Penggunaan bahan tambahan makanan yang terlarang masih dilakukan. Bahkan
tampaknya akan semakin tinggi jika mengambil segmen pengusaha pangan jajanan.
Produknya justru banyak sekali dikonsumsi oleh masyarakat luas, termasuk
kalangan remaja dan anak-anak usia sekolah.
Bahan
tambahan pangan menurut peraturan Menkes No. 235
(1979) dapat dikelompokan menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu:(1)
antioksidan dan antioksidan sinergis; (2) anti kempal; (3) pengasam, penetral
dan pendapar; (4) enzim; (5) pemanis buatan; (6) pemutih dan pematang; (7)
penambah gizi; (8) pengawet; (9) pengemulsi, pemantap dan pengental; (10)
pengeras; (11) pewarna alami dan sintetik; (12) penyedap rasa dan aroma; (13)
sekuestran; (14) bahan tambahan pangan lainnya.
Akhir-akhir ini beredar informasi di masyarakat dimana terjadi
penyalahgunaan penggunaan zat aditif terutama zat pengawet pada produk
pangan yang sesungguhnya tidak sesuai dengan penggunaannya dan zat aditif
tersebut dapat memicu terjadinya penyakit kanker. Sebagai contoh yaitu
penggunaan boraks dan formalin dalam makanan sehari-hari seperti baso, mie
basah, ikan asin dan tahu.
1.3 Tujuan
Pemeriksaan
Tujuan
pemeriksaan terhadap bahan tambahan pangan berikut adalah untuk mencari tahu
ada atau tidaknya penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang oleh
pemerintah. Pemeriksaan secara kualitatif ini juga bertujuan untuk mengenal
jenis bahan-bahan pangan yang rawan menggunakan zat aditif berbahaya.
BAB II
Landasan Teori
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76, yang
dimaksud zat aditif, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan dicampurkan
sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu makanan. Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat yang dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat
esensial di dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan
menarik bagi konsumen serta aman bagi kesehatan.
Diantara zat
aditif yang sering digunakan antara lain adalah bahan pengawet dan bahan
pewarna. Pemakaian bahan tambahan pangan tersebut sering kali merugikan
konsumen karena bersifat toksik (racun) yang membawa pengaruh buruk bagi
kesehatan. Zat aditif tersebut antara
lain yaitu ;
2.1 Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Di dalam larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid
dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk kelompok aldehid
dengan rumus kimia HCHO. Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran
dengan nama berbeda-beda antara lain yaitu: Formol, Morbicid, Methanal, Formic
aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane,
Formoform, Formalith, Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene
glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane.
Formalin biasanya digunakan pada :
- Bidang kesehatan : desinfektan dan pengawet mayat
- Industri perkayuan dan plywood : sebagai perekat
- Industri plastik : bahan campuran produksi
-
Industri tekstil, resin, karet dan fotografi : mempercepat pewarnaan.
Dari hasil
sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah produk
pangan menggunakan formalin sebagai pengawet misalnya ikan segar, ayam potong,
mie basah, bakso, ikan asin dan tahu yang beredar di pasaran, dengan ciri
sebagai berikut:
|
-
|
Tahu yang
bentuknya sangat kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan berbau
menyengat.
|
|
-
|
Mie basah
yang berwarna lebih mengkilat serta awet beberapa hari dan tidak mudah basi
dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.
|
|
-
|
Ayam potong
yang berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk.
|
|
-
|
Ikan
basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan
merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.
|
|
-
|
Ikan asin
yang bentuknya bagus, tidak lembek, tidak bau, dan awet.
|
|
-
|
Bakso yang
berwarna lebih putih dan lebih keras serta awet sampai beberapa hari dan
tidak mudah busuk.
|
Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan
sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan
harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan
formalin yaitu:
|
-
|
UU Nomor : 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
|
|
-
|
UU Nomor : 7 tahun 1996 tentang Pangan
|
|
-
|
UU Nomor : 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
|
|
-
|
Kepmenkes Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan
|
|
-
|
SK Memperindag Nomor : 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran
Bahan Berbahaya
|
Dampak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat akut dan kronik.
a. Akut
(efek pada kesehatan manusia terlihat langsung).
1. Bila
terhirup akan terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan,
rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan
dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru dan pembengkakan paru.
Tanda-tanda lainnya meliputi bersin, radang tekak, radang tenggorokan, sakit
dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual dan muntah.
Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
2)
Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah,
mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.
3)
Bila terkena mata akan menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah, rasanya
sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bila merupakan
bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air
mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.
4)
Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit
menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut
yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar
hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak,
limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.
b.
Kronik (setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang).
1)
Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit kepala,
gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir
hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek
neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu,
kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Gangguan haid dan
kemandulan pada perempuan. Kanker pada hidung, rongga hidung, mulut,
tenggorokan, paru dan otak.
2)
Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta
memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit,
dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung.
3)
Jika terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radang selaput mata.
4)
Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah
dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan
rasa gatal di dada.
Pemakaian
formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia,
dengan gejala: sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai
muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan
peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan
konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah
darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr
dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.
Formalin
tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada Codex
Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Humas Pengurus Besar
Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan
formalin mengandung 37% formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung
10 persen methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena
dapat menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan
tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan
penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Padahal
rata-rata kandungan formalin yang terdapat pada mie basah 20 mg/kg mie.
2.2 Boraks
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natriurn tetraborat,
berbentuk kristal lunak. Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai
menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun
asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi
sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles
mulut dan obat pencuci mata. Secara lokal boraks dikenal sebagai 'bleng'
(berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai
pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong dan bakso.
Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan,
antara lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat
menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda
dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak
langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan
diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis
(buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada
dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala
pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila
dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian.
Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g
atau lebih.
a.
Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Boraks
ü Ciri-ciri
mie basah mengandung boraks: Teksturnya kenyal, lebih mengkilat, tidak lengket,
dan tidak cepat putus.
ü Ciri
baso mengandung boraks: teksturnya sangat kenyal, warna tidak kecokelatan
seperti penggunaan daging namun lebih cenderung keputihan.
ü Ciri-ciri
jajanan (seperti lontong) mengandung boraks: teksturnya sangat kenyal, berasa
tajam, seprti sangat gurih dan membuat lidah bergetar dan meberikan rasa getir.
ü Ciri-ciri
kerupuk mengandung boraks: teksturnya renyah dan bisa menimbulkan rasa getir
b.
Pengaruh Boraks Terhadap Kesehatan
ü Jika
terhirup; Rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan, sukar bernapas, napas
pendek, sakit kepala, kanker paru-paru.
ü Jika
terkena kulit; Kemerahan, gatal, kulit terbakar.
ü Jika
terkena mata; Kemerahan, gatal, mata berair, kerusakan mata, pandangan kabur,
kebutaan.
ü Jika
tertelan; Mual, muntah, perut perih, dalam jumlah banyak menyebabkan kurang
darah, muntah darah, mati.
2.3
Rhodamin B
Rhodamin B
adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri
tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya
pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85.
Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya,
BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambal botol,
dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman.
Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna
dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan
histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan
dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari.
Rumus
Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl
dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya
dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan,
sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan
berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl,
dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan
sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik
leburnya pada suhu 165?C.
Dalam
analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi
bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan
oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat
dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh
senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen ( Subandi ,1999). Dengan
terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna
ini berbahaya jika digunakan dalam makanan.
Di dalam
Rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana senyawa
klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Rekasi
untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat
digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti
triarilmetana dan xentana. Rekasi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol
dengan keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol
diganti dengan N-N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B.
Selain
terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan
konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna merah.
Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya
kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan
terjadinya efek toksik bila masuk ke dalam tubuh manusia. Atom Cl yang
ada sendiri adalah termasuk dalam halogen, dan sifat halogen yang berada dalam
senyawa organik akan menyebabkan toksik dan karsinogen.
Beberapa
sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata,
menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit hampir mirip dengan
sifat dari Klorin yang seperti disebutkan di atas berikatan dalam struktur
Rhodamin B. Penyebab lain senyawa ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah
senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa
yang tidak stabil. Dalam struktur Rhodamin kita ketahui mengandung klorin
(senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki
reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan
senyawa yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan
berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan
memicu kanker pada manusia.
Klorin
sendiri pada suhu ruang berbentuk sebagai gas. Sifat dasar klorin sendiri
adalah gas beracun yang menimbulkan iritasi sistem pernafasan. Efek toksik
klorin berasal dari kekuatan mengoksidasinya. Bila klorin dihirup pada
konsentrasi di atas 30ppm, klorin mulai bereaksi dengan air dan sel-sel yang
berubah menjadi asam klorida (HCl) dan asam hipoklorit
(HClO). Ketika digunakan pada tingkat tertentu untuk desinfeksi air, meskipun
reaksi klorin dengan air sendiri tidak mewakili bahaya utama bagi kesehatan
manusia, bahan-bahan lain yang hadir dalam air dapat menghasilkan disinfeksi
produk sampingan yang dapat merusak kesehatan manusia. Klorit yang digunakan
sebagai bahan disinfektan yang digunakan dalam kolam renang pun berbahaya, jika
terkena akan mennyebabkan iritasi pada mata dan kulit manusia.
Ciri makanan
yang mengandung Rhodamin B:
1. Warna kelihatan cerah
(berwarna-warni), sehingga tampak menarik.
2. Ada sedikit rasa pahit (terutama
pada sirop atau limun).
3. Muncul rasa gatal di tenggorokan
setelah mengonsumsinya.
4. Baunya tidak alami sesuai
makanannya
5. Harganya Murah seperti saus yang
cuma dijual Rp. 800 rupiah per botol
2.4 Methanyl yellow
Methanil
yellow adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan,
larut dalam air agak larut dalam aseton. Methanil yellow digunakan untuk
memberi kuning. Methanil yellow merupakan senyawa kimia aromatik yang dapat
menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran
pencernaan dan jaringan kulit. Methanil yellow digunakan untuk pewarna wool,
nilon, kulit, kertas, cat, aluminium, detergen, kayu dan kosmetik.
• Beberapa
telah ditemukan untuk beberapa jenis pangan di antaranya, kerupuk, mie, pangan
jajanan berwarna kuning dan banyak juga sebagai pewarnapada tahu.
• Ciri
pangan dengan pewarna kuning metanil biasanya, berwarna kuning menyolok dan
cenderung berpendar, banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen
(misalnya pada kerupuk).
• Metilen
yellow bila digunakan sebagai bahan pangan bisa bersifat karsinogenik
BAB
III
Prosedur
Kerja Praktikum
3.1 Pemeriksaan Formalin
Formalin tidak diizinkan
ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet makanan, karena
berbahaya bagi kesehatan dan dapat menyebabkan kematian jika dikonsumsi dalam
kadar yang tinggi. Pemeriksaannya dilakukan dengan cara sebagai berikut;
a. Alat
1) Cawan
petri
2) Spet
3) Mortal
4) Tabung
reaksi & rak tabung reaksi
b. Bahan
1) Pereaksi
Formalin ( Test kit )
2) Sampel
ü Mie
basah
ü Somay
3) Kapas
4) Air
mineral
c. Cara
kerja
1) Persiapkan
sampel yang akan di periksa (mie basah & somay);
2) Masing-masing
sampel dihaluskan terlebih dahulu menggunakan mortal;
3) Tambahkan
sedikit air agar sampel menjadi lebih halus atau menjadi homogen dengan air;
4) Kemudian
tuangkan masing-masing sampel ke dalam cawan petri;
5) Ambil
air yang telah homogen dengan sampel menggunakan spet sebanyak 1 ml;
(
note : Tanpa ada padatannya )
6) Kemudian
masukkan kedalam tabung reaksi;
7) Lalu
tambahkan 3 – 5 tetes pereaksi I formalin ke dalam tabung reaksi tersebut
secara hati – hati tetes demi tetes dan segera tutup botolnya;
8) Tambahkan
pereaksi II formalin ± 1mg ( dengan menggunakan ujung stik yang telah tersedia
) kedalam tabung dan kocok hingga homogen; ( jangan tersentuh tangan )
9) Tutup
tabung menggunakan kapas dan diamkan selama 5 menit;
10) Jika hasilnya positif, sampel akan berubah
warnanya menjadi ungu kebiruan.
3.2 Pemeriksaan Boraks
Pada dosis cukup tinggi, boraks
dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret,
dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5
gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pemeriksaannya dilakukan dengan cara sebagai
berikut;
a. Alat
1) Cawan
petri
2) Spet
3) Mortal
4) Tabung
reaksi & rak tabung reaksi
b. Bahan
1) Pereaksi
Boraks ( Test kit )
2) Sampel
ü Tahu
ü Mie
basah
ü Somay
ü Lontong
ü Kerupuk
tempe
3) Air
mineral
4) Kapas
c. Cara
kerja
1) Persiapkan
sampel yang akan di periksa ( mie basah, somay, lontong, dan tahu );
2) Masing-masing
sampel dihaluskan terlebih dahulu menggunakan mortal;
3) Tambahkan
sedikit air agar sampel menjadi lebih halus atau telah homogen dengan air;
4) Kemudian
tuangkan masing-masing sampel ke dalam cawan petri;
5) Ambil
air yang telah homogen dengan sampel menggunakan spet sebanyak 1 ml;
(
note : Tanpa ada padatannya )
6) Kemudian
masukkan kedalam tabung reaksi;
7) Lalu
tambahkan 10 – 20 tetes pereaksi I boraks ke dalam tabung reaksi tersebut
secara hati – hati tetes demi tetes dan segera tutup botolnya;
8) Kocok
hati – hati selama beberapa menit;
9) Celupkan
pereaksi boraks II ( kertas lakmus ) kedalam tabung reaksi secara perlahan
hingga kertas menjadi basah;
10) Kemudian angin – anginkan hingga kering;
11) Jika kertas ( pereaksi II ) berubah menjadi
kemerahan atau merah, tandanya sampel positif mengandung boraks.
3.3 Pemeriksaan Rhodamin – B
Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti
menyebabkan iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan
bila terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari Klorin. Penyebab lain senyawa
ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa
yang radikal. Pemeriksaannya dilakukan dengan cara sebagai berikut;
a. Alat
1) Cawan
petri
2) Spet
3) Mortal
4) Pipet
tetes
5) Tabung
reaksi & rak tabung reaksi
b. Bahan
1) Pereaksi
Rhodamin - B ( Test kit )
2) Sampel
ü Sirup
merah cap bintang
ü Kue
kukus dengan warna merah terang
3) Air
mineral
4) Kapas
c. Cara
kerja
1) Persiapkan
sampel yang akan di periksa ( sirup merah dan kue kukus warna merah terang );
2) Sampel
padat dihaluskan terlebih dahulu menggunakan mortal;
3) Tambahkan
sedikit air agar sampel menjadi lebih halus atau menjadi homogen dengan air;
4) Kemudian
tuangkan masing-masing sampel ke dalam cawan petri;
5) Ambil
air yang telah homogen dengan sampel menggunakan spet sebanyak 1 ml;
(
note : Tanpa ada padatannya )
6) Kemudian
masukkan kedalam tabung reaksi;
7) Lalu
tambahkan 10 – 20 tetes pereaksi I rhodamin - b ke dalam tabung reaksi tersebut
secara hati – hati tetes demi tetes dan segera tutup botolnya;
8) Setelah
itu tambahkan 5 tetes pereaksi II rhodamin – b;
9) Kemudian
tambahkan 10 – 20 tetes pereaksi III rhodamin – b (gunakan pipet tetes yang
ada);
10) Dikocok
dengan hati – hati;
11) Jika
terbentuk warna ungu (violet) pada lapisan atas, sampel positif mengandung
rhodamin – b.
3.4 Pemeriksaan Methanil Yellow
Methanil yellow merupakan senyawa kimia
aromatik yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung
kemih, saluran pencernaan dan jaringan kulit. Ciri pangan dengan pewarna kuning
metanil biasanya, berwarna kuning menyolok dan cenderung berpendar, banyak
memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk dan
sirup). Pemeriksaannya dilakukan dengan cara sebagai berikut;
a. Alat
1) Cawan
petri
2) Spet
3) Tabung
reaksi & rak tabung reaksi
b. Bahan
1. Pereaksi
methanil yellow( Test kit )
2. Sampel
ü Sirup
kuning
c. Cara
kerja
1) Persiapkan
sampel yang akan di periksa ( sirup kuning );
2) Kemudian
tuangkan sampel ke dalam cawan petri;
3) Ambil
sampel menggunakan spet sebanyak 1 ml;
4) Lalu
masukkan kedalam tabung reaksi;
5) Tambahkan
pereaksi methanil yellow tetes demi tetes secara hati – hati, setelah itu tutup
botolnya;
6) Kocok
secara hati – hati, amati perubahan yang terjadi;
7) Jika terbentuk warna violet kecoklatan, sampel
positif mengandung methanil yellow.
BAB
IV
Hasil
& Kesimpulan
4.1 Hasil
Tabel Hasil Pemeriksaan Kualitas Zat Kimia
pada Makanan & Minuman
|
||||||||||||
No
|
Sampel
|
Tanggal
pengambilan
|
Tempat
pengambilan
|
Pemeriksaan
Sampel
|
||||||||
formalin
|
boraks
|
rhodamin
- b
|
Metanil
yellow
|
Ket.
|
||||||||
+
|
-
|
+
|
-
|
+
|
-
|
+
|
-
|
|
||||
1
|
Mie
basah
|
25-04-2013
|
Ketapang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Somay
|
25-04-2013
|
Lampeunerut
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Tahu
|
24-04-2013
|
Lambaro
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Krupuk
tempe
|
25-04-2013
|
Lampeunerut
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Kue
merah
|
25-04-2013
|
Ketapang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Sirup
merah
|
25-04-2013
|
Montasik
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Sirup
kuning
|
25-04-2013
|
Montasik
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Cincau
|
24-04-2013
|
Lambaro
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada praktikum
penyehatan makanan dan minuman yang telah dilakukan, kami menyimpulkan bahwa
kandungan zat aditif yang berbahaya terutama formalin masih dapat kita temukan
disekitar kita. Penggunaan zat aditif sangat berbahaya bagi kesehatan karena
dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan kematian.
Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat
terhadap kualitas pangan yang akan diolah untuk dikonsumsi juga mempengaruhi
tingginya masalah kesehatan yang terjadi. Zat aditif bukan lagi hanya sekedar
zat tambahan pangan, namun juga telah menjadi alat untuk meraup keuntungan yang
besar dengan modal yang sedikit.
Praktikum yang telah kami lakukan juga sangat
membantu kami untuk lebih mengenal lingkungan disekitar. Ketelitian terhadap
makanan siap saji dan bahan pangan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
masalah kesehatan pada diri sendiri dan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar