Senin, 30 April 2012

Peta TOPOGRAFI


Peta topografi
Peta topografi adalah jenis peta yang ditandai dengan skala besar dan detail, biasanya menggunakan garis kontur dalam pemetaan modern. Sebuah peta topografi biasanya terdiri dari dua atau lebih peta yang tergabung untuk membentuk keseluruhan peta. Sebuah garis kontur merupakan kombinasi dari dua segmen garis yang berhubungan namun tidak berpotongan, ini merupakan titik elevasi pada peta topografi.
Pusat Informasi Peta Topografi Kanada memberikan definisi untuk peta topografi sebagai berikut: [1]
Sebuah peta topografi adalah representasi grafis secara rinci dan akurat mengenai keadaan alam di suatu daratan.
Penulis lain mendefinisikan peta topografi dengan membandingkan mereka dengan jenis lain dari peta, mereka dibedakan dari skala kecil "peta sorografi" yang mencakup daerah besar, [2][3] "peta planimetric" yang tidak menunjukkan elevasi, [4] dan "peta tematik" yang terfokus pada topik tertentu [5]
Karakteristik unik yang membedakan peta topografi dari jenis peta lainnya adalah peta ini menunjukkan kontur topografi atau bentuk tanah di samping fitur lainnya seperti jalan, sungai, danau, dan lain-lain. Karena peta topografi menunjukkan kontur bentuk tanah, maka peta jenis ini merupakan jenis peta yang paling cocok untuk kegiatan outdoor dari peta kebanyakan.




Peta yang banyak digunakan dalam survey geologi adalah peta topografi dimana peta tersebut mencantumkan garis-garis kontur sebuah wilayah yang menggambarkan bentuk dan elevasi tanah daripada tanah. Peta topografi memberikan informasi 3 dimensi sebuah wilayah pada permukan 2 dimensi. Detil pada peta proporsional terhadap skala peta, makin besar skala sebuah peta, maka makin banyak detil yang dapat terlihat pada peta tersebut.
Peta topografi menunjukan kontur tanah dengan garis-garis kontur. Garis kontur adalah kurva yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama. Dapat dicontohkan pada sebuah kurva kontur dengan ketinggian 100m diatas permukaan laut, maka setiap titik yang dilewati oleh kurva tersebut mempunyai ketinggian 100m di atas permukaan laut.

Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional) menyediakan peta topografi (peta RBI, Rupa Bumi Indonesia) dengan skala 1:25,000 , 1:50,000, 1:100,000 and 1:250,000 dalam bentuk digital dan hard copy. Untuk survey geologi dan geofisika detil, biasanya memerlukan peta dengan skala besar, misalnya skala 1:5,000 atau bahkan skala 1:1,000, yang tidak disediakan oleh Bakosurtanal. Kami dapat menolong anda untuk membuat pemetaan dengan skala besar dengan melakukan pemetaan di lapangan.

Sejarah
Secara historis, perkembangan peta topografi sebagian besar didorong oleh kebutuhan militer. Saat ini, operasi taktis dan kegiatan tentara sedemikian kompleks sehingga sangat penting bagi semua prajurit untuk dapat membaca dan menafsirkan peta, agar dapat bergerak cepat dan efektif di medan perang. Pengenalan medan dapat memberikan perbedaan nyata dalam medan pertempuran. Kemampuan membaca peta sangat di butuhkan jika ingin memenangkan pertempuran. Tidak hanya dalam medan pertempuran, hal ini juga berlaku untuk keperluan sipil seperti berburu, menempuh rimba, menyusur rawa, hiking, mendaki gunung, bukit atau penggunaan lainnya dimana ketepatan navigasi darat diperlukan.

Definisi

Peta topografi adalah representasi grafis dari bagian permukaan bumi yang ditarik ke skala, seperti yang terlihat dari atas. Menggunakan warna, simbol, dan label untuk mewakili fitur yang ditemukan pada permukaan bumi. Representasi yang ideal akan terwujud jika setiap fitur dari daerah yang dipetakan dapat ditunjukkan dalam bentuk yang benar. Untuk dapat dimengerti, peta harus diwakili dengan tanda konvensional dan simbol. Pada peta skala 1:250.000, simbol yang ditentukan untuk membangun mencakup areal seluas 500 meter persegi di atas tanah, sebuah simbol jalan adalah setara dengan lebar jalan sekitar 520 kaki di tanah, simbol untuk rel kereta api tunggal adalah setara dengan rel kereta api sekitar 1.000 kaki pada tanah. Pemilihan fitur yang akan ditampilkan, serta penggambaran legenda harus sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Badan Pemetaan.

Tujuan

Peta topografi dibuat untuk memberikan informasi tentang keberadaan, lokasi, dan jarak, seperti lokasi penduduk, rute perjalanan dan komunikasi. Peta topografi juga menampilkan variasi daerah, ketinggian kontur, dan tingkat tutupan vegetasi. Dengan kekuatan militer yang tersebar di seluruh dunia, maka militer bergantung pada peta untuk memberikan informasi terhadap unsur-unsur tempur dan untuk menyelesaikan operasi logistik. Mobilitas tentara dan material yang harus diangkut, disimpan, dan ditempatkan ke dalam operasi pada waktu dan tempat yang tepat. Banyak dari perencanaan ini harus dilakukan dengan menggunakan peta. Oleh karena itu, setiap operasi memerlukan pasokan peta, namun meskipun kita memiliki peta terbaik, peta tidak akan berharga kecuali pengguna peta tahu bagaimana cara membacanya.

Pengadaan

Kebanyakan unit militer yang berwenang memiliki proyek pembuatan peta. Seperti Direktorat Topografi Angkatan Darat[6] di Indonesia. Kita dapat memesan peta topografi dengan mengisi formulir untuk setiap satu lembar petanya. Misi Direktorat Topografi adalah untuk menyediakan pemetaan, charting, dan semua dukungan geodesi untuk angkatan bersenjata dan semua operasi keamanan nasional lainnya. Selain peta topografi, DiTopAD juga memproduksi produk lain seperti peta tematik, peta tiga dimensi, peta foto, mozaik foto udara dan peta yuridiksi. Semua peta topografi harus dianggap sebagai dokumen yang memerlukan penanganan khusus. Jika peta jatuh ke tangan yang tidak sah, dapat membahayakan.
Peta tidak boleh jatuh ke tangan yang tidak sah.
Peta yang dicetak di atas kertas memerlukan perlindungan dari air, lumpur, dan robek. Bila memungkinkan, peta harus diletakkan dalam tempat yang tahan air, atau di beberapa tempat terlindungi yang mudah digapai. Agar peta mampu bertahan lama, perawatan wajib dilakukan. Jika kita harus menandai peta, sebaiknya menggunakan pensil. Sehingga tanda dan garis yang kita buat dapat terhapus dengan mudah tanpa merusak, atau meninggalkan noda dan tanda yang dapat menyebabkan kebingungan di kemudian hari. Jika margin tepi peta harus dipotong untuk alasan apapun, maka kita wajib untuk mencatat informasi marginal yang mungkin diperlukan kemudian, seperti data grid dan deklinasi magnetis. Perhatian khusus harus diambil pada peta yang digunakan dalam misi taktis, terutama dalam unit kecil, misi mungkin tergantung pada peta itu. Semua anggota dari unit tersebut harus akrab dengan lokasi peta di setiap saat.

Kategori

Peta topografi dikategorikan berdasarkan skala dan jenis. Dan skala peta topografi dibagi ke dalam tiga kategori. Yaitu skala kecil, menengah dan besar.
  1. Kecil. Peta dengan skala 1:1.000.000 dan lebih kecil digunakan untuk perencanaan umum dan untuk studi strategis. Peta skala kecil standar memiliki skala 1:1.000.000. Peta ini meliputi area yang sangat besar dengan mengorbankan detail.
  2. Menengah. Peta dengan skala lebih besar dari 1:1.000.000 tetapi lebih kecil dari 1:75.000 digunakan untuk perencanaan operasional. Peta ini mengandung detail dengan jumlah sedang. Peta skala menengah standar memiliki skala 1:250.000. Ada juga peta dengan skala 1:100.000.
  3. Besar. Peta dengan skala 1:75.000 dan lebih besar digunakan untuk perencanaan taktis, administrasi, dan logistik. Peta jenis inilah yang sering ditemukan dan digunakan pihak militer. Peta skala besar standar 1:50.000, namun banyak daerah telah dipetakan dengan skala 1:25.000.
Peta pilihan untuk navigator adalah peta topografi skala 1:50.000. Ketika beroperasi di tempat-tempat asing, kita mungkin menemukan bahwa produk-produk peta belum diproduksi untuk mencakup daerah tertentu pada lokasi operasi kita, atau mungkin tidak tersedia untuk unit kita ketika kita membutuhkannya. Oleh karena itu, kita harus siap untuk menggunakan peta yang diproduksi oleh pemerintah asing yang mungkin tidak memenuhi standar untuk akurasi yang ditetapkan. Peta-peta ini sering menggunakan simbol-simbol yang mirip dengan yang ditemukan pada peta produksi negara kita tetapi memiliki makna sangat berbeda. Standar akurasi peta topografi adalah derajat yang sesuai dengan posisi horizontal dan vertikal yang mewakili nilai-nilai di peta dengan suatu standar yang ditetapkan. Standar ini ditentukan direktorat terkait berdasarkan kebutuhan pengguna.



LOVE


Contoh Pembuatan RAB


Rencana Anggaran Biaya
Pembuatan Sambungan Kayu

NO
Uraian Bahan
Jumlah bahan
Harga Satuan
Jumlah harga
Keterangan
1.
Balok 2x4 Inci
2 meter
Rp 17.000,00 /meter
Rp 68.000,00

2.
Paku 3 inci
4 Ons
Rp 1.000,00 /Ons
Rp 4.000.00

3.
Penggaris
1 buah
Rp 3.000,00
Rp 3.000,00

4.
Pensil
1 buah
Rp 5.000,00
Rp 5.000,00

5.
cat
1 buah
Rp 10.000,00
Rp 10.000,00

6.
Kuas
1buah
Rp 5.000,00
Rp 5.000,00








Total Biaya
Rp 95.000,00









KETUA


Zainuddin
PO7133011039

Sabtu, 28 April 2012

Makalah kewirausahaan-daur ulang sampah


Latar Belakang
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusikerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle)
Material yang bisa didaur ulang terdiri dari sampah kacaplastikkertaslogamtekstil, dan barang elektronik. Meskipun mirip, proses pembuatan kompos yang umumnya menggunakan sampah biomassa yang bisa didegradasi oleh alam, tidak dikategorikan sebagai proses daur ulang. Daur ulang lebih difokuskan kepada sampah yang tidak bisa didegradasi oleh alam secara alami demi pengurangan kerusakan lahan. Secara garis besar, daur ulang adalah proses pengumpulan sampah, penyortiran, pembersihan, dan pemrosesan material baru untuk proses produksi.


Tujuan Penulisan
1.   Untuk  memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen pengajar.
2.   Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa.



Pada pemahaman yang terbatas, proses daur ulang harus menghasilkan barang yang mirip dengan barang aslinya dengan material yang sama, contohnya kertas bekas harus menjadi kertas dengan kualitas yang sama, atau busa polistirena bekas harus menjadi polistirenadengan kualitas yang sama. Seringkali, hal ini sulit dilakukan karena lebih mahal dibandingkan dengan proses pembuatan dengan bahan yang baru. Jadi, daur ulang adalah proses penggunaan kembali material menjadi produk yang berbeda. Bentuk lain dari daur ulang adalah ekstraksi material berharga dari sampah, seperti emas dari prosessor komputertimah hitam dari baterai, atau ekstraksi material yang berbahaya bagi lingkungan, seperti merkuri.



Kerajinan Lampu Lampion
Peluang bisnis produk-produk daur ulang merupakan bisnis yang cukup menggiurkan. Bisnis kerajinan bahan bekas ini tidak perlu modal besar, yang diperlukan dalam bisnis ini hanyalah kreativitas yang tinggi.
Saat ini Bom dengan kreativitasnya telah memproduksi kurang lebih 150 jenis bentuk botol daur ulang dengan harga per buahnya mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 500.000. Beberapa produk seperti lampions dengan berbagai macam ukuran, tirai-tirai rumah, miniatur kendaraan ia produksi sendiri dari tangannya yang sangat terampil. Ia mengaku, saat ini semua produksi lampions daur ulangnya diproduksi jika ada pesanan saja. Produksi lampionsnya setidaknya sudah menembus pasar Hongkong.Pasar untuk kerajinan lampion dari plastik bekas ini antara lain cafe, perumahan, lokasi kost dan lain-lain.
Untuk menghasilan produk-produk kerajinan dari plastik bekas yang bernilai tinggi hanya memerlukan bahan baku dari lapak-lapak pemulung. Harga bahan baku botol plastik bekas rata-rata Rp 4000 per kg atau sekitar 10 botol, yang bisa diolah menjadi satu produk lampions.Selain bahan-bahan tersebut tidak memerlukan modal usaha yang besar, hanya botol bekas, cutter dan pilox untuk mewarnai.
Dengan peralatan dan bahan-bahan dasar tersebut sudah bisa dilakukan pembuatan kerajinan lampu lampion yang menarik. Cara pembuatan lampu lampion pertama kali botol dibersihkan, buat garis samar untuk jalur pemotongan baru dipotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah itu warnai dengan piloks dan pasang lampu serta kabel ,langkah terakhir membentuk lampion dari irisan-irisan yang telah dibuat.



Isu pelestarian lingkungan mendapat sambutan masyarakat. Pengrajin pun ikut memanfaatkan misi penyelamatan lingkungan.
Bunga kering tersebut dibuat dari bagian tumbuhan seperti klobot jagung, daun lontar, biji-bijian sebagai aksesoris tambahan. Bagian tumbuhan yang sudah tak terpakai itulah yang mampu menjadi sebuah kerajinan indah.
Proses pembuatan kerajinan bunga kering pada dasarnya tidak sulit. ada beberapa proses pembuatan bunga kering. Misalnya bunga kering dari klobot jagung. Prosesnya hanya melalui beberapa tahap saja.
Klobot jagung awalnya direbus dalam air mendidih. kemudian dijemur sampai setengah kering. Untuk proses selanjutnya adalah pewarnaan. Proses pewarnaan ini air panas dicampur dengan pewarna dan klobot dimasukkan selama kira-kira 15menit kemudian dikeringkan. Setelah kering, klobot yang sudah berwarna tersebut dirangkai menjadi bunga kering.
Untuk proses pembuatan dengan bahan baku lontar berbeda dengan klobot. Daun lontar dibentuk sesuai pola, kemudian direndam dua hari, dikeringkan dan diwarna. langkah selanjutnya diborder agar untuk membentuk lekukan dan dirangkai menjadi bunga kering yang indah.
Tiap tangkai bunga kering dijual dengan harga Rp 1.000. Sedang untuk bunga kering dari klobot dengan desain bunga melati setiap tangkainya Rp 2.500 hingga Rp 3.000.



Medical Record & Informed Consent



DESAIN DAN IMPLEMENTASI SISTEM MEDICAL RECORD PADA INTRANET

Created by :
BARNAD ( )



Subject: 
INTERNET
Keyword: 
medical record
intranet
model objek
pemrograman berbasis web.

[ Description ]


Medical record merupakan kumpulan Catatan perawatan, catatan pengobatan dan catatan hasil pemeriksaan laboratorium. Medical Record memiliki fungsi sebagai rujukan dokter dan perawat dalam melakukan tindakan medis pada pasien. Dengan sistem manual seorang dokter hanya terbatas mengakses data-data medis pasien yang telah dibuatnya. Intranet sebagai sarana komunikasi data secara on-line dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan tersebut dengan membangun medical record yang dijalankan dalam sistem ini. Untuk membangun sistem medical record ini dilakukan pemodelan sistem menggunakan model objek sehingga memudahkan implementasi secara top down kedalam bentuk pemrograman berbasis web. Program aplikasi sistem medical record yang telah dibuat memiliki kemampuan untuk memasukan, mengubah, menampilkan dan menghapus data medis setiap pasien. Transaksi data dalam program aplikasi sistem medical record ini dilakukan secara dinamis sehingga dapat secara langsung memberikan informasi apabila terjadi perubahan data.


Alt. Description
Medical record is a collection of treatment notes, medication report and laboratory check results. It has a function as reference for a physician and nurses in taking a patient medical diagnosis and treatment. A manually medical recording system has a limited data recorded only by the physician. Intranet as an online system, can overcome the above limitation by integrating the patient data on the web-based medical record system. The medical record system developed in this research is modeled using the object model, so that it is easier to top down implement in a web-based programming. Medical record application program has facilities for entry, edit, view and delete patient medical record. Data transaction in this system runs dynamically, so that it can give a real time information.

E-Medical Record Adalah Dasar E-Health
[wartaekonomi.co.id] Menurut Suryo Suwignjo, presiden direktur PT IBM Indonesia, implementasi e-medical record adalah dasar dari sistem e-health. “E-medical record ini memang dasar dari e-health, dan yang terpenting, data medis itu bisa dipertukarkan, bukan sekadar disimpan,” kata Suryo. Ia menambahkan, salah satu hal yang membuat layanan kesehatan di luar negeri menjadi lebih baik ialah implementasi e-health. Langkah ini dinilai mampu mereduksi kesalahan manusia dalam layanan kesehatan.      

Perkembangan negara-negara maju dalam penerapan e-health sudah advance. Ia mencontohkan penggunaan chip yang ditanam pada tubuh pasien kritis. Chip ini berisi data rekam medik dirinya yang bisa diakses sejumlah rumah sakit di negara tersebut. Dampaknya, saat pasien dalam keadaan kritis, maka ia bisa ditangani secara optimal karena pihak medis bisa menjadikan data medik yang tersimpan dalam chip tersebut sebagai panduan tindakan.     

Di negara maju, imbuh Suryo, inovasi e-health sudah berkembang pesat. “Misalnya, ketika pasien berada di ambulans dan data yang diperoleh selama dalam perjalanan akan bisa didapat oleh paramedik rumah sakit tujuan secara real-time,” kata Suryo. Teknologi ini memungkinkan pasien ditangani lebih cepat setibanya di rumah sakit.     

Ke depan, Suryo berharap implementasi e-health di Indonesia dapat lebih optimal dengan melibatkan tiga unsur utama: asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan pemerintah. Selama ini, menurut Suryo, baik pihak swasta maupun pemerintah berjalan sendiri-sendiri dan kurang sinergi.  “Ke depan,  saya berharap medical record bisa saling tukar antar-rumah sakit,” ujarnya.      

Bagi korporasi, langkah ini juga dianggap efektif karena mampu meningkatkan efisiensi dari penggunaan alat-alat kesehatan yang terbilang mahal. Setiap rumah sakit bisa saling berbagi fasilitas sehingga pendapatannya dapat meningkat. “Setiap rumah sakit tidak perlu berlomba-lomba membeli perangkat kesehatan yang mahal, asal mereka saling terkoneksi dan bersinergi itu bisa sangat baik,” cetus Suryo. Jika itu tidak dilakukan, Suryo justru khawatir rumah sakit akan membebani diri mereka sendiri dan, mau tidak mau,  pasienlah yang menjadi korbannya.     

Tantangan lain bagi rumah sakit ialah mengimplementasikan kebijakan TI untuk rumah sakit. Maklum, urusan TI di rumah sakit saat ini masih terkendala oleh besarnya anggaran. RS Pondok Indah, misalnya, setidaknya menyisihkan 15%‒20% dari pendapatan korporasi yang besarnya sekitar Rp400 miliar per tahun untuk operasional TI. “Untuk bujet per tahunnya sekitar 20% dari pendapatan perusahaan, sedangkan investasi awalnya lebih dari itu,” kata Tavri. Meski begitu, Suryo optimistis peluang perbaikan layanan  kesehatan Indonesia masih terbuka lebar seiring tuntutan dalam meningkatkan daya saing rumah sakit.






Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.[1]
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.[2]
Tiga elemen Informed consent [3]
1. THRESHOLD ELEMENTS
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
2. INFORMATION ELEMENTS
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding(pemahaman).
Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :
o Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.
o Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.
o Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.
3. CONSENT ELEMENTS
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) danauthorization (persetujuan).
Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya.
Consent dapat diberikan :
a. Dinyatakan (expressed)
o Dinyatakan secara lisan
o Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya.
Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang banyak).
Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst.
Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Konteks dan Informed Consent
Doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap “cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien pengidap kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60 % yang memahami tujuan dan sifat tindakan medis, hanya 55 % yang dapat menyebut komplikasi yang mungkin timbul, hanya 40 % yang membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 % yang dapat menyebut tindakan alternatif yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan bahwa dari lima rumah sakit yang diteliti, empat diantaranya membuat penjelasan tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat dimengerti oleh mahasiswa tingkat atas atau sarjana dan satu lainnya berbahas setingkat majalah akademik spesialis.
Keluhan pasien tentang proses informed consent :
o Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
o Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya – jawab.
o Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
o Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Keluhan dokter tentang informed consent
o Pasien tidak mau diberitahu.
o Pasien tak mampu memahami.
o Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
o Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.


[1] Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar, Oktober 2005
[2] Sofwan Dahlan, 2003, Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi Dokter, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang hal 37
[3] Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar, Oktober 2005

Kode Etik Keperawatan



Bab I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Kode etik dijadikan standar aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat.

2. Tujuan Penulisan
1.     Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa.
2.     Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengajar.

3. Metode Penulisan
Pengumpulan data dari membaca dari berbagai sumber media, terutama buku tentang kode etik.

  
Bab II
Pembahasan
1.   Kode Etik Keperawatan

Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas serta fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian akan pelanggaran etik dapat dihindarkan dan diminimalisasi.
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa:
a. kebutuhan terhadap layanan keperawatan di berbagai tempat adalah sama;
b. pelaksanaan praktik keperawatan dititikberatkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang   bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c. dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait.
Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya, perawat perlu meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di masyarakat, adat istiadat, kebiasaan, dan kepercayaan individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat yang menjadi pzsien/kliennya.
Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang ber-kepentingan atau pengadilan. Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar praktik keperawatan guna mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan.
Perawat dapat mengembangkan pengetahuanii yang dimilikinya secara aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota profesi setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar profesi keperawatan.
Perawat dan lingkungan masyarakat Perawat dapat memprakarsai pembaruan, tanggap, mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta aktif dalam menemukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Perawat dan sejawat Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman sejawat, balk tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luar keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin hak seseorang yang merasa terancam dalam masa perawatannya.
Perawat dan profesi keperawatan Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif dalam pengembangan pengetahuan guna menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat, sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik keperawatan.


2.  KODE ETIK KESEHATAN MASYARAKAT
Mandat untuk memastikan dan melindungi kesehatan masyarakat adalah salah satu yang inheren moral. Ini membawa dengan itu kewajiban untuk menjaga kesejahteraan masyarakat, dan itu berarti kepemilikan unsur kekuasaan untuk melaksanakan mandat itu. Kebutuhan untuk menjalankan kekuasaan untuk menjamin kesehatan masyarakat dan, pada saat yang sama, untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan tersebut adalah atas inti dari etika kesehatan masyarakat.
Sampai saat ini, sifat etis dari kesehatan masyarakat secara implisit diasumsikan bukan secara eksplisit dinyatakan. Semakin, bagaimanapun, masyarakat menuntut perhatian yang jelas dengan etika. Tuntutan ini timbul dari kemajuan teknologi yang menciptakan kemungkinan baru dan, dengan mereka, dilema etika baru, tantangan baru bagi kesehatan, seperti munculnya HIV; dan penyalahgunaan kekuasaan, seperti studi Tuskegee sifilis.
lembaga medis telah lebih eksplisit tentang unsur-unsur etika praktek mereka daripada mempunyai lembaga kesehatan masyarakat. Namun, masalah kesehatan masyarakat tidak sepenuhnya sejalan dengan orang-orang kedokteran. Jadi, kita tidak bisa hanya menerjemahkan prinsip-prinsip etika medis untuk kesehatan masyarakat. Berbeda dengan kedokteran, kesehatan masyarakat lebih prihatin dengan populasi dibandingkan dengan individu, dan banyak lagi dengan pencegahan daripada mengobati. Kebutuhan untuk mengartikulasikan etika berbeda untuk kesehatan masyarakat telah dicatat oleh sejumlah profesional kesehatan masyarakat.
Sebuah kode etik untuk kesehatan masyarakat dapat memperjelas elemen khas kesehatan masyarakat dan prinsip-prinsip etis yang mengikuti dari atau menanggapi elemen-elemen. Hal ini dapat membuat jelas kepada penduduk dan masyarakat cita-cita lembaga kesehatan masyarakat yang melayani mereka, cita-cita yang lembaga-lembaga dapat dipertanggungjawabkan.

PRINSIP ETIS PRAKTEK KESEHATAN MASYARAKAT
1. Kesehatan masyarakat terutama harus membahas penyebab dasar penyakit dan persyaratan untuk kesehatan, yang bertujuan untuk mencegah hasil kesehatan yang merugikan.
2. Kesehatan masyarakat harus mencapai kesehatan masyarakat dengan cara yang menghormati hak-hak individu dalam masyarakat.
3. Kebijakan kesehatan masyarakat, program, dan prioritas harus dikembangkan dan dievaluasi melalui proses yang menjamin kesempatan untuk masukan dari anggota masyarakat.
4. Kesehatan publik harus mengadvokasi, atau bekerja untuk pemberdayaan, anggota masyarakat disenfranchised, memastikan bahwa sumber daya dasar dan kondisi yang diperlukan untuk kesehatan dapat diakses oleh semua orang di masyarakat.
5. Kesehatan masyarakat harus mencari informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan yang efektif dan program yang melindungi dan meningkatkan kesehatan.
6. Publik institusi kesehatan harus menyediakan masyarakat dengan informasi yang mereka miliki yang diperlukan untuk keputusan tentang kebijakan atau program-program dan harus mendapatkan persetujuan masyarakat untuk pelaksanaannya.
7. Umum lembaga kesehatan harus bertindak secara tepat waktu pada informasi yang mereka miliki dalam sumber daya dan mandat yang diberikan kepada mereka oleh masyarakat.
8. program kesehatan umum dan kebijakan harus menggabungkan berbagai pendekatan yang mengantisipasi dan menghormati nilai-nilai yang beragam, keyakinan, dan budaya dalam masyarakat.
9. Program kesehatan masyarakat dan kebijakan yang harus dilaksanakan dengan cara yang paling meningkatkan lingkungan fisik dan sosial.
10. Publik institusi kesehatan harus melindungi kerahasiaan informasi yang dapat membawa merugikan individu atau komunitas jika dibuat publik. Pengecualian harus dibenarkan atas dasar kemungkinan tinggi membahayakan signifikan terhadap individu atau orang lain.
11. Publik institusi kesehatan harus memastikan kompetensi profesional karyawan mereka.
12. Lembaga kesehatan masyarakat umum dan karyawan mereka harus terlibat dalam kerja sama dan afiliasi dengan cara yang membangun kepercayaan publik dan efektivitas lembaga.
Kode etik, seperti yang ada sekarang, adalah pernyataan eksplisit pertama prinsip-prinsip etika yang melekat pada kesehatan masyarakat. Ini adalah langkah maju yang signifikan, tetapi tidak mungkin langkah terakhir. Meskipun kode dikembangkan dengan masukan yang luas, kita akan memperoleh wawasan baru tentang kekuatan dan kelemahan seperti yang diterapkan. Selain itu, karena perubahan dunia, profesional kesehatan masyarakat akan menjadi peka terhadap isu-isu etis yang baru. Kami mengantisipasi, kemudian, saat kode akan perlu diperbarui.
Untuk memfasilitasi proses ini, kode akan diposting di Web dalam format interaktif yang akan menyambut komentar dan akan memungkinkan orang untuk membaca komentar orang lain '. Sebuah komite berdiri dari Kepemimpinan Kesehatan Masyarakat Masyarakat secara aktif akan terlibat profesional kesehatan masyarakat dan ahli etika dalam pertimbangan pembaruan berkala untuk kode, yang akan menggabungkan pelajaran dan komentar yang diterima dari waktu ke waktu. Dalam waktu dekat, namun, kode harus membuktikan menjadi alat yang berguna dalam menjelaskan nilai-nilai dan tujuan dari profesi kesehatan masyarakat dan memungkinkan untuk lebih sering mencapai cita-cita tinggi.


3.  Kode Etik Sanitarian/Kesehatan lingkungan

Apabila kita telah memilih Sanitrarian sebagai sebuah profesi, maka sebagai seorang sanitarain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus senantiasa dilandasi oleh kode etik serta harus selalu menjujung tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh profesi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus selalu berpedoman pada standar kompetensi. Sedangkan standar kompetensi itu sendiri harus senantiasa terus dilengkapi dengan perangkat-perangkat keprofesian yang lain. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 373/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian, berikut merupakan Kode Etik Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia.

A. KEWAJIBAN UMUM
1.   Seorang sanitarian harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi sanitasi dengan sebaik-baiknya.
2.      Seorang sanitarian harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
3.      Dalam melakukan pekerjaan atau praktek profesi sanitasi, seorang sanitarian tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4.      Seorang sanitarian harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
5.      Seorang sanitarian senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
6.      Seorang hanya memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
7.      Seorang sanitarian dalam menjalankan profesinya, harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia, serta kelestarian lingkungan.


8.      Seorang sanitarian harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya, dan berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam Menangani masalah klien atau masyarakat.
9.      Seorang sanitarian harus menghormati hak-hak klien atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat.
10. Dalam melakukan pekerjaannya seorang sanitarian harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek kesehatan lingkungan secara menyeluruh, baik fisik, biologi maupun sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
11. Seorang sanitarian dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.


B. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP KLIEN / MASYARAKAT

1.      Seorang sanitarian wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau penyelesaian masalah, maka ia wajib berkonsultasi, bekerjasama dan atau merujuk pekerjaan tersebut kepada sanitarian lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut.
2.      Seorang sanitarian wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab.
3.      Seorang sanitarian wajib melakukan penyelesaian masalah sanitasi secara tuntas dan keseluruhan.
4.      Seorang sanitarian wajib memberikan informasi kepada kliennya atas pelayanan yang diberikannya.
5.      Seorang sanitarian wajib mendapatkan perlindungan atas praktek pemberian pelayanan.

C. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP TEMAN SEPROFESI

1.      Seorang sanitarian memperlakukan teman seprofesinya sebagai bagian dari penyelesaian masalah.
2.      Seorang sanitarian tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari teman seprofesi, kecuali dengan persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.








D. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP DIRI SENDIRI

1.      Seorang sanitarian harus memperhatikan dan mempraktekan hidup bersih dan sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
2.      Seorang sanitarian harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan lingkungan, kesehatan dan bidang-bidang lain yang terkait.



4.Kode Etik Ahli Farmasi Indonesia

     Bahwasanya seorang Ahli Farmasi Indonesia dalam menjalankan tugasnya sebagai Asissten Apoteker tidak semata-mata mengandalkan kemampuan dan keterampilannya semata-mata mengandalkan kemampuan dan keterampilannya semata,tetapi tidak terlepas dari pertolongan dan bimbingan Tuhan yang Maha Esa. Bahwasanya Sumpah Asisten Apoteker Menjadi pegangan hidup dalam menjalankan tugas pengabdian kepada nusa dan bangsa
    Oleh karena itu seorang ahli farmasi Indonesia dalam pengabdianya profesinya mempunyai ikatan moral yang tertuang dalam Kode etik ahli Farmasi Indonesia :

I. Kewajiban Terhadap Masyarakat
   1. Seorang ahli Farmasi harus mampu sebagi suri teladan ditengah-tengah masyarakat
2. Seorang ahli Farmasi Indonesia dalam pengabdian profesinya memberikan semaksimal mungkin pengetahuan dan  keterampilan yang dimiliki
3. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan khususnya dibidang kesehatan khususnya dibidang Farmasi
4. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu melibatkan diri dalam usaha – usaha  pembangun nasional khususnya dibidang kesehatan
5. Sorang ahli Farmasi harus mampu sebagai pusat informasi sesuai bidang profesinya kepada masyarakat dalam  pelayanan kesehatan
6. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus menghindarkan diri dari usaha- usaha yang mementingkan diri sendiri serta bertentangan dengan jabatan Farmasian  

II. Kewajiban Ahli Farmasi terhadap teman sejawat
1. Seorang Ahli Farmasi Indonesia memandang teman sejawat sebagaimana dirinya dalam memberikan penghargaan
2. Seorang Ahli Farmasi Indonesia senantiasa menghindari perbuatan yang merugikan teman sejawat secara maretial maupun moral
3. Seorang Ahli Farmasi Indonesia senantiasa meningkatkan kerjasama dan memupuk keutuhan martabat jabatan kefarmasiaqn,mempertebal rasa saling percaya didalam menunaikan tugas
III.Kewajiban Ahli Farmasi Indonesia terhadap Profesi Kesehatan Lainnya
1. Seorang Ahli Farmasi Indonesia senantiasa harus menjalin kerjasama yang baik, saling percaya, menghargai dan menghormati terhadap profesi kesehatan lainnya
2. Seorang  Ahli Farmasi Indonesia harus mampu menghindarkan diri terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan,menghilangkan kepercayaan,penghargaan masyarakat terhadap profesi kesehatan lainnya




5.Kode Etik Profesi Kedokteran

Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.
 Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence(tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
            IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).
            Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.
MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.
Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan – tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.
            Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.

Bab III
Penutup
          Mungkin makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna, namun hanya ini yang dapat kami tulis berdasarkan ilmu yang kami punya. Kami harapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami bisa lebih baik lg pada penulisan makalah selanjutnya.


Daftar Pustaka

1. Mann JM. Medicine and public health, ethics and human rights. Hastings Center Rep. 1997(May-Jun);27:6–13.
2. Beauchamp D. Community: the neglected tradition of public health. In: Beauchamp D, Steinbock B, eds. New Ethics for the Public's Health.New York, NY: Oxford University Press; 1999.
3. Kass NE. An ethics framework for public health. Am J Public Health. 2001;91:1776–1782. [PMC free article] [PubMed]
4. Callahan D, Jennings B. Ethics and public health: forging a strong relationship. Am J Public Health. 2002;92:169–176. [PMC free article] [PubMed]
5. Roberts MJ, Reich MR. Ethical analysis in public health. Lancet. 2002;359:1055–1059. [PubMed]
6. Institute of Medicine. The Future of Public Health. Washington, DC: National Academy Press; 1988.