Jumat, 11 April 2014

IDENTIFIKASI TELUR CACING PADA SAYURAN LALAPAN SELADA (Lactuca sativa) DAN KUBIS (Brassica oleracea var capitata) Di PASAR LAMBARO KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2014

IDENTIFIKASI TELUR CACING PADA SAYURAN LALAPAN SELADA
(Lactuca sativa) DAN KUBIS (Brassica oleracea var capitata)
Di PASAR LAMBARO KABUPATEN ACEH BESAR
TAHUN 2014


PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH



Oleh:

Zainuddin
NIM : PO7133111039





KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
BANDA ACEH
2014





BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Manusia pada umumnya memerlukan konsumsi zat-zat gizi untuk menciptakan tubuh yang sehat. Zat-zat gizi tersebut diantaranya yaitu kalori, karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral yang berfungsi untuk pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Zat-zat gizi tersebut tidak diperoleh dari satu macam bahan makanan saja melainkan dari beberapa bahan makanan yang berupa makanan pokok, lauk pauk, buah, susu maupun sayuran. Sayuran merupakan makanan pendamping makanan pokok yang kaya gizi. Di dalam sayuran terkandung protein, vitamin dan mineral. Sayuran dalam bidang hortikultura dapat diartikan bagian dari tunas, daun, buah dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian dalam keadaan segar atau mentah (lalapan) atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan berpati dan daging (Suryani, 2012).
Lalapan bermanfaat untuk kesehatan karena mengandung zat gizi relatif tinggi yang sangat dibutuhkan tubuh, yaitu vitamin dan mineral. Hampir semua jenis vitamin dan mikronutrien (terutama mineral) yang penting bagi tubuh terdapat di dalam lalapan. Vitamin dan mineral penting berguna untuk menjaga metabolisme tubuh. Selain vitamin dan mineral, lalapan memiliki kandungan serat yang tinggi. Sayuran yang sering digunakan menjadi lalapan di warung makan lesehan, meliputi timun, kemangi, selada, kacang panjang, kubis dan tomat (Suryani, 2012).
Sayuran pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk sudah dimasak, namun banyak pula yang dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan. Penyajian lalapan mentah relatif mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Lalapan mentah juga mempunyai cita rasa khas yang mungkin tidak tertandingi oleh lalapan masak (Khomsan, A. 2002).
Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen makanan itu sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya aspek kelezatan (cita rasa dan flavour), kandungan zat gizi dalam makanan dan aspek kesehatan masyarakat. Makanan yang menarik, nikmat dan tinggi gizinya menjadi tidak berarti sama sekali jika tidak aman untuk dikonsumsi.  Disebabkan karena makanan tersebut bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit (Purba dkk., 2012).
Pertumbuhan mikroorganisme tersebut didukung oleh pemupukan yang dilakukan oleh petani yang sering menggunakan pupuk organik berupa humus atau kotoran hewan (bahkan kotoran manusia). Kebiasaan petani membuang hajat ditanah, ikut memperparah kemungkinan kontaminasi bakteri berbahaya pada sayuran. Terutama sayuran yang menjalar dipermukaan tanah atau yang ketinggiannya dekat dengan tanah (Astawan, 2012).
Prevalensi penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah di daerah tropik masih cukup tinggi. Di Indonesia, nematoda usus yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah Ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan Trichuris trichiura. Salah satu sumber penularannya adalah air dan lumpur yang digunakan dalam budidaya sayuran (Suryani, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Purba dkk. (2012) terhadap selada yang dijual di pasar tradisional, supermarket dan restoran medan, ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Penelitian tersebut bersifat survei deskriptif yang menggambarkan larva cacing pada beberapa lalapan. Sayuran yang dibeli dapat langsung diperiksa dilaboratorium dengan kriteria sayuran yang akan diteliti tersebut masih segar, tidak ada yang dimakan ulat, karena sayuran seperti itulah yang umumnya dikonsumsi masyarakat.
Telur cacing dapat melekat pada sayur-mayur yaitu apabila sayur-mayur dibersihkan dengan air sawah atau air sungai yang sudah tercemar telur cacing serta pemupukan dengan menggunakan tinja manusia. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat kontaminasi yang disebabkan oleh sayuran terutama sayuran yang dimakan secara langsung seperti selada dan kubis.
Lalapan mentah mempunyai risiko besar untuk terkontaminasi jasad renik, misalnya telur cacing. Kontaminasi ini dapat membawa dampak kesehatan yang kurang menguntungkan. Sayuran yang kelihatan bersih dan segar belum tentu suci dari jasad renik. Ada sebagian masyarakat yang menganut prinsip bahwa sayuran yang mempunyai tanda – tanda bekas dimakan ulat lebih aman dari pada sayuran yang mulus. Sayuran yang mulus berarti mengandung cukup pestisida sehingga ulat tidak berani menempel, dan pestisida ini jauh lebih berbahaya dari pada ulat ataupun telur ulat (Khomsan, 2002).
Kubis (Brassica oleracea var capitata) dan selada (Lactuca sativa L.) merupakan jenis sayuran yang umumnya dikonsumsi secara mentah, karena dilihat dari texture dan organoleptiknya jenis sayuran tersebut memungkinkan untuk dijadikan lalapan, selain itu mudah ditemukan baik di pasar tradisional maupun supermarket. Penyajian kubis dan selada relatif mudah karena dapat dikonsumsi secara mentah atau dilalap bersama campuran makanan lain seperti bakmi, ayam penyet, terasi dan aneka makanan lainnya.
Pencucian yang dilakukan pada sayuran dapat mengurangi atau bahkan menambah jasad renik (telur cacing) tergantung pada cara pencucian, jenis sayuran dan mutu air pencuci. Sayuran daun mempunyai permukaan yang berlekuk daripada sayuran buah sehingga telur cacing yang menempel pada sayuran daun lebih sulit dibersihkan (Khomsan, 2002).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis ingin meneliti kandungan dan jumlah telur cacing pada lalapan selada dan kubis.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “ Apakah sayuran lalapan selada (Lactuca sativa L.) dan Kubis (Brassica oleracea var capitata) mengandung telur cacing?”

C.   Ruang Lingkup Penelitian

Dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada selada dan kubis yang disuplai langsung oleh distributor dari sumbernya dan yang dijual oleh pedagang dipasar Lambaro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014.


D.   Tujuan
1.    Tujuan Umum
Untuk menganalisa kandungan dan jumlah telur cacing pada sayur lalapan selada (Lactuca sativa L.) dan Kubis (Brassica oleracea var capitata) yang dijual di pasar Lambaro Aceh Besar Tahun 2014.
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui jenis telur cacing yang terkontaminasi pada sayur lalapan selada (Lactuca sativa L.) dan Kubis (Brassica oleracea var capitata).
b.    Untuk mengetahui jumlah telur cacing pada sayur lalapan selada (Lactuca sativa L.) dan Kubis (Brassica oleracea var capitata).

E.   Manfaat  Penelitian
1.    Untuk penulis
Sebagai Bahan masukan dan pengalaman bagi penulis untuk dapat lebih memperhatikan jenis sayuran untuk dikonsumsi terutama sayuran lalapan.
2.  Untuk institusi
Sebagai masukan bagi instansi terkait yaitu balai pengawasan obat dan makanan agar lebih memperhatikan kualitas bahan makanan yang dijual dipasaran terutama sayuran.
3.    Untuk masyarakat
Sebagai informasi bagi konsumen agar dapat lebih memperhatikan kebersihan sayuran yang akan di konsumsi terutama sayuran lalapan.

F.    Sistematika Penulisan
BAB I      Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, ruang lingkup penelitian,     tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II    Tinjauan pustaka
Dalam bab ini dikemukakan tentang tinjauan pustaka dan kerangka teoritis.
BAB III   Kerangka Konseptual
Dalam bab ini dikemukakan tentang hubungan variabel, variabel penelitian dan definisi operasional.
BAB IV  Metodelogi Penelitian
Dalam bab ini dikemukakan tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, analisa data, rencana jalannya penelitian, penyajian data, dan jadwal penelitian.


BAB V   Hasil dan Pembahasan
Dalam bab ini dikemukakan tentang hasil penelitian, dan pembahasan.
BAB VI  Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dan saran.





Note : Bagi yang pengen ngecit Karya Tulis Ilmiah Jurusan Kesehatan Lingkungan, bisa recoment untuk info selanjutnya...

Laporan Pembuatan Kompos Cair


KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr. Wrb.Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah dengan tema Komposting.
Kami juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Tanpa bantuan mereka, maka makalah ini tidak dapat dirampungkan. Laporan ini disampaikan untuk memenuhi tugas Penyehatan Tanah dan Penganggulangan sampah. Kami berharap laporan ini dapat berguna bagi teman-teman sekalian. Kami menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kami meminta maaf bila ada kesalahan dalam kata-kata maupun penulisan.
Wassalamualaikum Wr. Wb


Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................ i
Daftar Isi............................................................................................................ ii

BAB I
Pendahuluan
A.   Latar belakang...................................................................................... 1
B.   Tujuan Pembuatan Kompos.............................................................. 2
1.    Tujuan Umum................................................................................. 2
2.    Tujuan Khusus.............................................................................. 2
C.   Manfaat Kompos.................................................................................. 2

BAB II
Tinjauan Pustaka
A.   Landasan Teori.................................................................................... 3
BAB III
Prosedur Kerja
A.   Alat dan bahan..................................................................................... 5
B.   Cara Pembuatan.................................................................................. 5

BAB IV
Penutup

A.   Hasil....................................................................................................... 7



BAB I
Pendahuluan

A.    Latar belakang
Kompos merupakan hasil penguraian dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat oleh populasi berbagai macam mikroorganisme dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Wikipedia.org). Kompos memiliki kandungan hara NPK yang lengkap meskipun persentasenya kecil.Kompos juga mengandung senyawa-senyawa lain yang sangat bermanfaat bagi tanaman.

B.    Tujuan Pembuatan Kompos
1.    Tujuan Umum
Pupuk organik dapat membantu pertumbuhan tanaman pertanian sehingga dapat meningkatan produksi pertanian baik dari segi kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan walaupun digunakan secara terus- menerus.

2.    Tujuan Khusus
Pupuk organik terdiri dari bahan organik seperti kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen,pupuk cair, dan limbah ternak. Karena berasal dari makluk hidup, pupuk ini memiliki unsur hara yang baik untuk tanah dan bebas dari bahan kimia berbahaya sehingga makanan yang berasal dari hasil pertanian dapat dikonsumsi tanpa efek samping. Jadi selain pupuk ini ramah lingkungan pupuk ini juga relatif murah untuk dijangkau oleh petani – petani bahkan bisa dibuat sendiri.

C.   Manfaat Kompos
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Kompos akan mengembalikan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur. Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral. Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos.








BAB II
Tinjauan Pustaka

A.  Landasan Teori

Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan organik dapat dikomposkan. Kompos adalah sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan. Dalam pembuatan kompos membutuhkan sarter untuk mengalami proses dekomposisi atau fermentasi.  Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia dapat dijadikan starter. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan. Bahan yang agak mudah alias agak sulit dikomposkan antara lain: kayu keras, batang, dan bambu. Bahan yang sulit dikomposkan, antara lain adalah kayu-kayu yang sangat keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang.


B.  Prinsip Pembuatan kompos

o   Menjaga kelembaban karena berperanan penting dalam proses pembuatan kompos dan mutu kompos. Kelembaban optimum adalah 50 – 60 %.Rendahnya kelembaban udara menurunkan proses penguraian , bila terlalu tinggi menghambat aliran udara.

o   Pembalikan diperlukan agar kompos tidak kekurangan udara dan mempercepat proses penguraian.Proses penguraian akan berjalan lambat jika kompos kekurangan udara.

o   Peneduhan Agar proses penguraian bahan organik berlangsung sempurna usahakan tempat pembuatan kompos terlindung dari hujan dan sinar matahari secara langsung.Karenanya tempat kompos perlu dibuatkan pelindung.



BAB III
Prosedur Kerja

A.  Pembuatan Pupuk Organik Cair
Pembuatan pupuk organik cair dengan menggunakan metode proses anaerob atau secara fermentasi tanpa bantuan cahaya matahari. Berikut cara pengaplikasian pupuk organik cair :

1.    Bahan-bahan
a.    Sampah organic basah, rajang dan padatkan ½ Karung ukuran 8 kg (masing-masing ember 2 kg).
b.    Cairan molase 2 l.
c.    Air bekas cucian beras (cucian pertama) 3600 ml.
d.    Air kelapa yang sudah tua 4 buah.
e.    Air bersih (bebas kapotit) 4000 ml.

2.    Peralatan

1.    4 Ember uk.5 liter yang bertutup
2.    Karung beras
3.    Tongkat kayu (Pengaduk)

4.    Sarung tangan (Karet/plastic)
5.    Masker
6.    Tali raffia
7.    Beban ( batu )


3.    Cara Pembuatan/pengaplikasian       :

Langkah berikutnya adalah membuat perbandingan terhadap kompos dengan membedakan massa zat cair (yang akan di jadikan kompos) untuk mengetahui mana yang lebih efektif dan  lebih cepat pembentukannya.

1)    Sediakan 4 ember  uk. 5 liter.
2)    Masukan sampah kedalam karung beras dan tekan sampai padat.
3)    Ikat karung dengan raffia
4)    Isi ember pertama dengan 600 ml air beras, ember kedua dengan 1200 ml air beras, ember ketiga dengan 1800 ml air beras, sedangkan ember keempat diisi dengan air sumur biasa tanpa kaporit ( merupakan indikator pembanding ).
5)    Kemudian isi masing ember dengan 1 buah air kelapa, 500 ml cairan molase, 1 L air biasa.
6)    Masukkan potongan sayur-sayuran sebanyak 2 kg dalam karung tadi ke dalam masing-masing ember yang telah diisi oleh air tersebut.
7)    Letakkan beban (batu) di atas masing-masing  karung agar tidak timbul ke atas.
8)    Proses fermentasi 7-10 hari, pemeriksaan di lakukan secara berkala untuk memastikan perkembangan dari proses pembuatan kompos tersebut.
9)    Setelah fermentasi selesai, angkat masing-masing sampah potongan sayur dan liat hasilnya.
10)  Potongan sayur-sayuran tadi dapat digunakan sebagai sarter pada pembuatan kompos lain, sedangkan air hasil fermentasi dapat digunakan sebagai kompos cair.
11)  Amati ember keberapa yang paling cepat prosesnya sehingga membentuk kompos lebih cepat sehingga lebih efektif untuk kita gunakan demi menghemat waktu.



















BAB IV
Penutup

A.    Hasil
1.    Proses fermentasi berhasil, pada setiap masing – masing ember terdapat bercak – bercak putih dipermukaan cairannya;
2.    Cairan yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan dengan bau/aroma menyengat;
3.    Pada ember ke-1 dengan aplikasi air beras sebanyak 600 ml, proses terbentuknya kompos lebih cepat. Karena komposisi air beras dan cairan molase sedikit dan komposisi sampah banyak sehingga bakteri yang bersifat membusukkan bekerja lebih cepat pada air;
4.    Warna kompos cair pada ember ke-1 lebih kuning dari pada ember lain;
5.    Karung yang berisi sayuran telah membusuk dan dapat digunakan menjadi sarter pada pembuatan kompos lain.


B.    Penggunaan pupuk organik cair

Pupuk organic cair (POC) bisa langsung digunakan dengan disiramkan ke tanah (sebagai pupuk akar) atau disemprotkan ke daun tanaman (sebagai pupuk daun).
1. Digunakan sebagai pupuk daun
o   Penyemprotan ketika sudah terbit matahari
o   Dosis 100 : 1 atau 500 liter air dicampur dengan 5 ml POC, Penyemprotan pada musim hujan 1 kali/minggu, & pada musim kemarau 3 hari sekali.
2. Digunakan sebagai Pupuk Akar
o    Dosis 500 : 1 atau 5 liter air bisa dicampur dengan 10 ml pupuk cair.
o    Pada musim kemarau pemupukan dilakukan 3 kali dalam seminggu, dan saat musim hujan 1 kali/minggu.
.